Kamis, 25 November 2010

askep alzheimer

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Penyakit alzheimer, atau demensia senil dari tipe alzheimer merupakan gangguan degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan kemampuan untuk merawat diri.
Kira-kira 10% dari populasi yang terkena berusia sampai 65 tahun dan prevalensi sampai 47% pada usia 85 tahun.
Penyakit ini merupakan salah satu yang paling ditakutkan pada masa modern karena penyakit ini merupakan bencana besar yang terjadi pada pasien dan keluarga, dan pengalaman pasien yang mengalaminya merupakan akhir yang tak habis-habisnya sampai “kematian tiba”.
Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk menyelesaikan makalah dengan judul Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Penyakit Alzheimer.

1.2 Ruang Lingkup
Ruang lingkup pembahasan dari asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit alzheimer ini meliputi pengertian penyakit alzheimer, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan, dan asuhan keperawatan.

I.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembahasan ini adalah untuk mengetahui gambaran umum dalam pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan penyakit alzheimer serta asuhan keperawatan yang diberikan pada klien tersebut.






BAB II
PEMBAHASAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN PENYAKIT ALZHEIMER

TINJAUAN TEORITIS
2.1 Defenisi
Penyakit alzheimer pertama kali ditemukan pada tahun 1907 oleh seorang ahli psikiatri dan neuropatologi yang bernama Alois Alzheimer.
Penyakit alzheimer adalah penyakit kronik, progresif dan merupakan gangguan degeneratif otak dan diketahui mempengaruhi memori, kognitif dan kemampuan untuk merawat diri. (Brunner & Suddarth, 2002)
Penyakit alzheimer diartikan sebagai demensia yang berhubungan dengan perubahan patologis yang khas. (Robbins dan Kumar, 1995)
Demensia tipe alzheimer (DAT) adalah proses degeneratif yang terjadi pertama-tama pada sel yang terletak pada dasar dari otak depan yang mengirim informasi ke korteks serebral dan hipokampus. (Doenges, 2000)
Penyakit alzheimer merupakan degeneratif progresif dimana patologi primernya adalah pembentukan plak neuritis disekeliling neuron dan turunnya kadar asetilkolin di otak. (Engram, 1999)

2.2 Etiologi
Penyebab timbulnya penyakit alzheimer belum jelas. Akan tetapi 2-7 % penderita dianggap berkaitan dengan keturunan (genetik), dan seringnya menyerang penderita usia 60 tahun atau lebih. Kejadian alzheimer meningkat sesuai dengan peningkatan usia.
Beberapa alternatif penyebab yang telah dihipotesa adalah intoksikasi logam, gangguan fungsi imunitas, infeksi virus, polusi udara/industri, trauma, neurotransmiter, defisit formasi sel-sel filament, presdiposisi herediter. Dasar kelainan patologi penyakit alzheimer terdiri dari degenerasi neuronal, kematian daerah spesifik jaringan otak yang mengakibatkan gangguan fungsi kognitif dengan penurunan daya ingat secara progresif.

2.3 Patofisiologi
Serabut neuron kusut

Kerusakan neuron secara primer
Pada korteks serebri

Rusaknya ukuran otak
Tonjolan kecil pada jaringan
otak lansia

Produksi asetil kolin
menurun


Penurunan fungsi kognitif

Gangguan memori pada otak

Demensia Senil Alzheimer


2.4 Gejala Klinis
Gejala klinis yang perlu diketahui adalah sebagai berikut :
1. Pada tahap pertama
 Timbul kehilangan ingatan untuk hal-hal yang baru terjadi, disertai kesulitan dalam berbahasa untuk kata-kata tertentu, perubahan perilaku serta emosi berubah-ubah.
 Penderita juga mengalami kesulitan dalam mengerjakan kesehariannya.

2. Pada tahap selanjutnya (intermediate stage)
 Penderita sudah tidak mampu belajar dan mengingat kembali informasi-informasi baru.
 Kejadian-kejadian lama menjadi lupa tetapi sebagian masih ingat.
 Penderita perlu dibantu kalau mandi, makan dan berpakaian serta ke toilet.
 Gangguan perilaku terlihat penderita keluyuran, gelisah, bermusuhan, tidak bisa bekerja sama dan agresif hingga berisiko jatuh dan kecelakaan di jalan.
 Penderita tahap ini menjengkelkan keluarga sekitarnya.
 Kepribadian buruk yang diperlihatkan sebelum sakit makin menonjol dan penderita bertindak seperti sewaktu masih muda, sering membicarakan orang-orang tua yang sudah lama meninggal.
 Penderita tidak tahu waktu dan tempat, tidak bisa menyadari lingkungannya secara normal.
 Penderita tidak mengenal lagi anggota keluarganya.
 Penderita sudah menyendiri, dan kesehariannya sudah sangat tergantung terhadap orang lain.
 Mungkin penderita sudah tidak terkontrol dalam buang hajat dan juga buang air kecil.
 Kalau berjalan langkahnya pendek-pendek dan tidak tentu arah.

3. Tahap selanjutnya lebih berat lagi
 Penderita tidak mampu lagi berjalan dan juga dalam melakukan pekerjaan sehari-hari.
 Semua ingatan hilang baik yang baru maupun yang lama.
 Penderita sudah tidak bisa makan dan menelan.
 Penderita biasnya meninggal akibat penyakit infeksi atau kecelakaan.

2.5 Pemeriksaan Diagnostik
 Tes deksametason depresan (DST)
Untuk menangani depresi.
 EKG
Untuk menemukan adanya insufisiensi jantung.
 EEG
Memperlihatan beberapa perlambatan gelombang (membantu dalam menciptakan kelainan otak yang masih dapat diatasi).

 Sinar X tengkorak
 Tes penglihatan / pendengaran
Untuk menentukan adanya penurunan (kehilangan) yang mungkin disebabkan oleh perubahan persepsi sensori (salah satu dari gangguan kognitif).
 Scan otak, MRI
Dapat memperlihatkan daerah otak yang mengalami penurunan metabolisme yang merupakan karakteristik dari DAT.
 CT Scan
Dapat memperlihatkan adanya ventrikel otak yang melebar, adanya atrofi kortikal.
 CSS
Munculnya protein abnormal dari sel otak sekitar 90% merupakan indikasi adanya DAT.

2.6 Penatalaksaan
1. Inhibitor kolinesterase
Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian berlangsung.
2. Thiamin
Pemberian thiamin hydroclorida dengan dosis 3 gr/hari selama 3 bulan peroral, menunjukkan perbaikan bermakna terhadap fusngsi kognisi.
3. Nootropik.
Dapat memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar.
4. Klonidin
Pemberian klonidin dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif.
5. Haloperiod
Pemberian oral haloperiod 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gangguan psikosis.


6. Acetyl L-Carnitine (ALC)
Penelitian menunjukkan pemberian ALC dengan dosis 1-2 gr/hari/oral selama 1 tahun dalam pengobatan dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif.

ASUHAN KEPERAWATAN
2.7 Data Dasar Pengkajian
1. Aktivitas / Istirahat
 Gejala : Merasa lelah
 Tanda : Siang / malam gelisah, tidak berdaya, gangguan pola tidur.
Letargi : penurunan minat / perhatian pada aktivitas yang biasa, ketidakmampuan untuk menyebutkan kembali apa yang dibaca.
Gangguan keterampilan motorik.
2. Sirkulasi
 Gejala : Riwayat penyakit vaskuler serebral / sistemik, hipertensi.
3. Integritas ego
 Gejala : Curiga atau takut terhadap situasi.
Kesalahan persepsi terhadap lingkungan.
Perubahan citra tubuh dan harga diri yang dirasakan.
 Tanda : Menyembunyikan ketidakmampuan.
Emosi labil.
4. Eliminasi
 Gejala : Dorongan berkemih.
 Tanda : Inkontinensia urine / feses.
5. Makanan / Cairan
 Gejala : Riwayat episode hipoglikemia.
Kehilangan berat badan.
 Tanda : Kehilangan kemampuan untuk mengunyah.
Menghindari / menolak makan.
Tampak semakin kurus.

6. Higiene
 Gejala : Perlu bantuan / tergantung pada orang lain.
 Tanda : Tidak mampu mempertahankan penampilan.
Lupa untuk pergi ke kamar mandi.
7. Neurosensori
 Gejala : Pengingkaran terhadap gejala yang ada terutama perubahan kognitif.
Adanya keluhan dalam penurunan kognitif.
Kehilangan sensasi propriosepsi (posisi tubuh).
 Tanda : Kerusakan komunikasi : afasia dan disfasia.
Kehilangan kemampuan untuk membaca atau menulis bertahap.
8. Kenyamanan
 Gejala : Adanya riwayat trauma kepala yang serius.
Trauma kecelakaan.
 Tanda : Ekimosis : laserasi.
Rasa bermusuhan / menyerang orang lain.
9. Interaksi sosial
 Gejala : Merasa kehilangan kekuatan.
 Tanda : Kehilangan kontrol sosial, perilaku tidak tepat.

2.8 Diagnosa yang Mungkin Muncul
 Perubahan proses pikir b.d degenerasi neuron ireversibel.
 Sindrom stres relokasi b.d sedikit atau tidak adanya persiapan untuk masuk ke rumah sakit / perawatan yang lama.
 Perubahan persepsi sensori b.d defisit neurologis.
 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake tidak adekuat.
 Gangguan pola tidur b.d ansietas, ketidakseimbangan aktivitas / istirahat.
 Ansietas b.d kehilangan kognitif dan penurunan konsep diri.
 Resiko tinggi cedera b.d disfungsi perilaku.
 Kerusakan interaksi sosial b.d kerusakan kognitif.
 Defisit perawatan diri b.d kehilangan kognitif dan perilaku disfungsi.
2.9 NCP
No Diagnosa Tujuan dan KH Intervensi Rasional
1.
















































2.



















































3.

Perubahan proses pikir b.d degenerasi neuron ireversibel.
Ditandai dengan :
 Tidak mampu mengintepretasikan stimulasi dengan akurat.
 Disorientasi
 Paranoid dan bingung.






































Sindrom stres relokasi b.d sedikit atau tidak adanya persiapan untuk masuk ke rumah sakit / perawatan yang lama.
Ditandai dengan :
 Tampak cemas, mudah tersinggung, kekacauan mental.

 Keyakinan diri yang menurun, menarik diri.






































Perubahan persepsi sensori b.d defisit neurologis.
Ditandai dengan :
 Bingung
 Respon emosional berlebihan, seperti kecemasan, paranoid.
 Ketidakmampuan untuk mengatakan letak dari bagian tubuh tertentu.
Tujuan :
Mampu mengenali perubahan dalam berfikir.
KH :
 Mampu mengintepretasikan stimulasi.
 Mampu mengenali perubahan tingkah laku.
 Menurunkan ancaman dan kebingungan.


































Mampu menunjukkan rasa takut yang berkurang.
KH :
 Cemas berkurang, rentang perasaan sesuai.


 Mampu beradaptasi pada perubahan lingkungan.





































Mampu mengontrol faktor-faktor penyebab perubahan persepsi sensori.
KH :
 Mampu mendemonstrasikan respon yang meningkat / sesuai dengan stimulasi. Mandiri :
 Kaji derajat gangguan kognitif.





 Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang.
 Berikan kesempatan untuk rasa saling memiliki dan memiliki secara personal.
 Izinkan untuk mengumpulkan benda-benda yang aman.


 Ciptakan aktivitas yang sederhana dan tidak bersifat kompetitif yang didasarkan pada kemampuan individu.
 Evaluasi pola dan kecukupan tidur / istirahat.


Kolaborasi :
 Berikan diazepam sesuai indikasi.


 Berikan vasodilator (cyclospasmol) sesuai indikasi.





Mandiri :
 Tempatkan pada ruangan pribadi jika mungkin dan bergabung dengan orang terdekat saat perawatan.




 Tentukan jadwal aktivitas pasien yang wajar.





 Identifikasi kekuatan individu yang dimilikinya sebelumnya.



 Berikan penjelasan, informasi yang menyenangkan mengenai kegiatan / peristiwa.
 Catat tingkah laku, munculnya perasaan curiga / paranoid, mudah tersinggung.


 Tempatkan dalam lingkungan yang tenang yang memberikan kesempatan untuk “beristirahat”.


 Atasi tingkah laku agresif dengan pendekatan yang tenang, batas-batas yang tegas.

Mandiri :
 Kaji derajat sensori atau gangguan persepsi.



 Anjurkan untuk menggunakan kacamata / alat bantu pendengaran sesuai yang dianjurkan.


 Pertahankan hubungan orientasi realita dan lingkungan.



 Berikan lingkungan yang tenang dan tidak kacau.






 Berikan sentuhan dalam cara perhatian.

 Berikan perhatian dalam kenangan indah secara berkala.



 Ajak piknik sederhana, keliling rumah sakit.







 Libatkan dalam aktivitas dengan yang lain sesuai indikasi dengan keadaan tertentu.
 Memberikan dasar untuk evaluasi / perbandingan yang akan datang dan mempengaruhi pilihan terhadap intervensi.
 Kebisingan dapat meningkatkan gangguan neuron.

 Kekeluargaan meningkatkan keamanan dan menurunkan perasaan akan kehilangan.
 Memelihara keamanan dan membuat keseimbangan kehilangan yang sudah pasti.
 Memotivasi pasien dalam cara yang akan menguatkan kegunaannya dan kesenangan diri dan merangsang realita.

 Kekurangan tidur dapat menganggu proses pikir dan kemampuan koping pasien.

 Lebih bermanfaat untuk menghilangkan kecemasan.
 Dapat meningkatkan kesadaran mental tetapi memerlukan penelitian lebih lanjut.



 Memberikan kesempatan untuk mengontrol lingkungan dan melindungi yang lain dari kelainan tingkah laku pasien tersebut.


 Konsistensi memberikan jaminan dan mungkin mengurangi kebingungan dan meningkatkan rasa kebersamaan.
 Memfasilitasi bantuan dengan komunikasi dan manajemen dari kekurangan sekarang dan selanjutnya.
 Membantu dalam mempertahankan rasa saling percaya dan orientasi pasien.
 Stres meningkat, rasa tidak nyaman/nyeri fisik dan kelelahan mencetuskan penurunan tingkah laku sementara.
 Menenangkan situasi dan memberi pasien waktu untuk memperoleh kendali terhadap perilaku dan emosinya.
 Rasa diterima menurunkan rasa takut dan respon agresif.



 Individu mungkin tidak dapat menentukan sisi isyarat internal, mengenali rasa lapar/haus.
 Dapat meningkatkan masukan sensori, mambatasi / menurunkan kesalahan interpretasi stimulasi.
 Menurunkan kekacauan mental dan meningkatkan koping terhadap frustasi karena salah persepsi dan disorientasi.
 Membantu untuk menghindari masukan sensori penglihatan / pendengaran yang berlebihan dengan mengutamakan kualitas yang tenang.
 Dapat meningkatkan persepsi terhadap diri sendiri.
 Menstimulasi ingatan, membangkitkan memori, membantu pengungkapan diri melalui peristiwa masa lalu.
 Piknik menunjukkan realita dan memberikan stimulasi sensori yang menyenangkan yang dapat menurunkan perasaan curiga.
 Memberikan kesempatan terhadap stimulasi partisipasi dengan orang lain dan mungkin dapat mempertahankan beberapa tingkat dari interaksi sosial.



















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyakit alzheimer sangat sukar didiagnosa hanya berdasarkan gekala-gejala klinik tanpa dikonfirmasikan pemeriksaan lainnya seperti neuro patologi, neuropsikologis, MRI, SPECT, PET. Sampai saat ini penyebab yang pasti belum diketahui, tetapi faktor genetik sangat menentukan (riwayat keluarga), sedangkan faktor lingkungan hanya sebagai pencetus ekspresi genetik.
Pengobatan pada saat ini belum mendapat hasil yang memuaskan, hanya dilakukan secara empiris, simptomatik dan suportif untuk menyenangkan penderita dan keluarganya.

3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini, diharapkan kepada masyarakat atau pembaca dapat mengidentifikasi secara dini tentang penyakit alzheimer ini. Sehingga pengobatan dan pencegahan penyakit tersebut dapat dilakukan sedini mungkin.














DAFTAR PUSTAKA

Doenges. Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

Engram, Barbara. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Sukanto, Arif. 2005. Penyakit Alzheimer. www.google.com

Yatim, Faisal. 2003. Pikun (Demensia), Penyakit Alzheimer dan Sejenisnya, Bagaimana Cara Menghindarinya. Jakarta : Pustaka Populer Obor.